Minggu, 24 November 2013

Dalamnya Filosofi dan Megahnya Tradisi dalam Grebeg Maulud

Bicara tentang event-event di Solo, tidak akan ada habis-habisnya! Berbagai event ada di kota ini yang selalu saja menarik untuk diikuti, baik event tradisional yang terpelihara dengan baik selama ratusan tahun, maupun event modern-kontemporer yang semakin menunjukkan eksistensinya.

Dalam tulisan saya yang lampau, saya menceritakan bagaimana dulu saya sangat skeptik tentang kota saya sendiri, khususnya saat zaman-zaman internet dan media sosial belum berkembang secepat ini. Tahun 2010 merupakan masa saat saya mulai terbuka tentang potensi Kota Solo. Mata saya mulai melihat keindahan, keunikan,dan keragaman seni budaya yang dimiliki kota ini. Walaupun tinggal di Solo, sebelumnya saya sering menjelekkan kota saya sendiri dan membandingkannya secara negatif dengan kota lain. Namun, berkat kemudahan mencari informasi melalui internet dan media sosial, saya berubah menjadi bangga pada kota ini. Dari yang masa bodoh tentang kota Solo hingga pada akhirnya "gak boleh kelewatan event" kota Solo.

Di antara berbagai event tersebut saya lebih tertarik pada event bernuansa tradisional khususnya yang diadakan Keraton Kasunanan maupun Pura Mangkunegaran. Alasannya, selain kagum dengan lamanya event itu terpelihara sampai sekarang, juga karena event tradisional Solo bisa dikatakan memiliki ciri khas penanda keunikannya dan tentu saja arti filosofi luhur yang diajarkan dari berbagai event berbentu prosesi adat itu.

Grebeg Maulud tahun 2010 merupakan event grebeg Keraton Kasunanan pertama yang saya ikuti dan benar-benar membekas di pikiran saya. Event keraton yang saya pernah datangi sebelumnya hanya Sekaten saja. Waktu itu saya iseng-iseng, mumpung punya kamera baru (walau hanya kamera saku bukan kamera DSLR), saya ingin menonton Grebeg Maulud yang diadakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW. Saya pengen tahu sebenarnya pada rebutan apa ya kalau pas ada acara grebeg dan seramai apa acara grebeg itu?

Nah, pagi hari pukul 05.30 tanggal 26 Februari 2010 saya melewati Keraton Kasunanan. Tampak bagian depan keraton (yang pada tempo setelahnya saya ketahui namanya adalah Kori Kamandhungan dan Bale Roto) telah dihiasi dengan hiasan janur nan indah. Saya menanyakan kepada seorang bapak di sana, kapan acara grebeg dimulai? Beliau menjawab kira-kira pukul 09.00 pagi. Sesampainya di rumah saya mempersiapkan kamera karena akan mulai pengalaman pertama hunting foto grebeg. Pukul 08.00 pagi saya sampai di kawasan keraton. Kawasan Supit Urang sudah tampak ramai sekali, motor dan mobil pun tampak susah untuk bergerak. Abdi dalem dari berbagai daerah dengan pakaian hitam dan mengenakan samir bermunculan hendak menuju ke dalam keraton.

Keramaian sebelum dimulainya Grebeg Maulud 26 Februari 2010.
Photo credit: Aditya Darmasurya
Halaman depan keraton tak kalah ramainya. Begitu banyak orang yang menunggu acara grebeg dimulai, tampak pula para kerabat keraton berpakaian beskap dan kebaya hilir mudik masuk keluar keraton. Bus-bus yang membawa rombongan abdi dalem dari berbagai daerah menurunkan puluhan penumpangnya di halaman keraton. Tak lupa para PKL turut mengambil bagian dalam keramaian itu sekaligus mencoba peruntungan rezeki di tengah keramaian tersebut. Suasana seperti ini menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara yang juga menunggu dimulainya acara grebeg, suatu hal yang mungkin tidak ada di negaranya.

Abdi dalem dari berbagai daerah memasuki keraton sebelum grebeg dimulai. Photo credit: Aditya Darmasurya
Sebentar lagi prosesi adat itu akan dimulai. Petugas keamanan saling berkoordinasi dan mengarahkan para penonton agar memberikan jalan bagi rombongan grebeg yang hendak keluar. Para pentonton menurut walaupun berdesakan hendak berada di barisan yang di depan.

Kurang lebih pukul 09.00 terdengar suara musik yang makin lama makin terdengar keras, pertanda sumber suara itu semakin mendekat. Dari kejauhan tampak barisan prajurit berpakaian hitam yang sebagian di antaranya memainkan drum dan seruling. Nah, ini pertama kalinya saya melihat yang namanya prajurit keraton lengkap dengan suara musik pengiringnya. "Wow!" batin saya. Kota Solo yang dulunya saya pikir biasa-biasa saja ternyata menyimpan kekayaan kerajaan yang masih lestari hingga kini,  "Wah ini toh yang namanya Prajurit Kerajaan Solo". Sungguh mengagumkan, serasa kembali ke masa lampau. Benar-benar takjub! Barisannya, musiknya, derap langkahnya. Mungkin orang menganggap saya berlebihan tapi itulah kenyataannya yang saya rasakan, takjub!

Barisan prajurit Keraton Kasunanan tampak berwibawa dan dengan kostum yang menawan. Photo credit: Aditya Darmasurya

Berbagai macam prajurit Keraton Kasunanan mengawali jalannya grebeg.
Photo credit: Aditya Darmasurya
Prajurit keraton ternyata banyak macamnya terlihat dari seragam yang dikenakan. Berturut-turut adalah prajurit berpakaian hitam, hijau, biru, menyusul di belakangnya adalah prajurit dengan seragam merah. Semua terlihat berwibawa dengan kelengkapan pedang dan tampil anggun nan gagah dengan batik sebagai bawahan penutup celana. 




Yang juga tak kalah menariknya adalah adanya abdi dalem dengan penampilan lain daripada yang lain, semacam "badut kerajaan" dalam hati saya. Nama dari abdi dalem ini adalah canthangbalung, unik ya?

Abdi dalem semacam badut bernama canthangbalung. Photo credit: Aditya Darmasurya

Abdi dalem pembawa gamelan pusaka. Photo credit: Aditya Darmasurya
Setelah itu keluar barisan abdi dalem pembawa gamelan pusaka yang sebelumnya dimainkan di Masjid Agung seminggu sebelum acara grebeg dimulai. Gamelan ini paginya dibawa kembali ke dalam keraton kemudian dikeluarkan kembali saat untuk diikutkan dalam prosesi grebeg.







Saatnya yang ditunggu-tunggu pun datang. Nah, ini dia! Gunungan Grebeg sudah nampak dari kejauhan dan makin lama makin mendekat. Semua orang hendak mendekati gunungan itu lantaran ingin melihat kemegahannya dan mengabadikannya melalui kamera masing-masing. Anak-anak kecil juga tampak antusias berdesakan hanya agar bisa mengamati sang gunungan berhias warna warni dari dekat. Jangankan anak kecil, saya saja gumun, oalah ini toh yang namanya gunungan. Wah, cantik, megah, keren! Berat juga ya kayaknya?


Gunungan estri keluar dengan cantiknya. Photo credit: Aditya Darmasurya

Gunungan estri tampak dibawa para abdi dalem. Photo credit: Aditya Darmasurya

Kemudian mucullah gunungan dalam bentuk yang lain. Gunungan ini lebih tinggi dibandingkan sebelumnya dengan hiasan merah putih beserta lambang Keraton Kasunanan, apik dan indah! 

Gunungan jaler keluar dari Kamandhungan. Photo credit: Aditya Darmasurya
Ini toh yang namanya gunungan-gunungan yang katanya jadi rebutan untuk ngalap berkah? Gunungan-gunungan itu adalah pusat perhatian semua penonton. Anak-anak kecil berdesakan ingin mengamati dari dekat. Begitu keluar dari dalam keraton melalui Kori Kamandhungan semua orang takjub dibuatnya sampai akhirnya dibawa keluar melewati Siti Hinggil menuju Masjid Agung.

Abdi dalem yang sedang memikul gunungan jaler.
Photo credit: Aditya Darmasurya
Total ada 8 gunungan yang dibawa keluar keraton menuju ke Masjid Agung atau empat pasang gunungan. Tiap kali ada gunungan terlihat keluar dari balik Kamandhungan, mata khalayak ramai dibuat terpana akan keeksotisannya. Saya pun demikian terpananya sampai bingung apa harus memfoto atau merekamnya ya? hehe

Awalnya saya belum memahami makna dua gunungan berbentuk beda tersebut. Setelah mencari referensi baru saya ketahui bahwa gunungan pertama disebut gunungan estri (gunungan wanita) dan gunungan kedua disebut gunungan jaler (gunungan pria). Keduanya dibentuk dari berbagai macam hasil bumi pertanda rasa syukur Sinuhun terhadap kemakmuran kerajaannya. Gunungan estri disusun dari hasil bumi yang telah matang seperti rengginang, sementara gunungan jaler disusun dari hasil bumi mentah seperti kacang panjang dan cabai merah. Baru saya ketahui pula saat itu bahwa bendera merah putih pada gunungan tersebut ternyata adalah bendera gula kelapa, bendera Keraton Kasunanan Surakarta, yang sekarang dipakai sebagai bendera NKRI. Makin bangga saya dengan sejarah Solo ini.


Entah berapa ribu orang tumpah ruah saat itu. Photo credit: Aditya Darmasurya
Keramaian tidak berhenti di situ. Seperti diketahui pada saat perayaan Grebeg Maulud, keraton Kasunanan mengadakan event Sekaten. Keramaian Sekaten dan keramaian Grebeg Maulud tumpah ruah menjadi satu hingga tampak lautan manusia memenuhi halaman keraton hingga Siti Hinggil mengikuti arus gunungan menuju ke Masjid Agung. Gerak pun sangat terbatas, hampir-hampir sulit untuk melangkahkan kaki. Orang-orang berusaha sebisa mungkin mengikuti gunungan-gunungan itu. Ini adalah pengalaman pertama saya berada di antara keramaian yang entah berapa ribu, belas ribu, atau bahkan puluh ribu orang tumpah ruah menjadi satu hanya untuk mengikuti suatu prosesi budaya berusia ratusan tahun, luar biasa!

Keramaian masyarakat yang antusias mengikuti Grebeg Maulud sampai ke Masjid Agung. Photo credit: Aditya Darmasurya


Saya berusaha sebisa mungkin sampai ke masjid Agung sebelum gunungan-gunungan itu tiba, penasaran juga seperti apa sih rayakan gunungan yang menjadi ciri khas grebeg itu? Kok sampai ada orang-orang dari daerah yang jauh rela datang hanya untuk mengambil bagian dari rayakan itu? Setelah berjuang keras sampai pula di depan Masjid Agung. Ternyata keramaian di halaman Masjid Agung jauh lebih padat. Saya pun tertahan di gerbang depan Masjid Agung karena tidak bisa maju maupun mundur barang sejengkal pun. Pengalaman berkesan berhimpit-himpitan dengan orang-orang yang berebutan untuk mendekati gunungan yang sebelumnya telah tiba di Masjid Agung. Wah, pada mau ngalap berkah seperti apa kebagian semua ya?

Masyarakat berebut bagian-bagian gunungan,
sayangnya dilakukan sebelum doa selesai.
Photo credit: Aditya Darmasurya
Dari kejauhan saya melihat abdi dalem-abdi dalem kewalahan menghadapi masyarakat yang saling berdesakan mendekati gunungan. Terdengar suara imam Masjid Agung berdoa. Sayang sekali, sebelum doa itu terselesaikan, para penonton yang sudah tidak sabar mulai merangsek mengambil bagian-bagian dari gunungan. Ya, rayakan gunungan dimulai! Suasana bertambah riuh ramai. Para juru foto profesional maupun amatiran, berkamera besar maupun kecil, dewasa maupun anak-anak, pun berusaha mengabadikan momen rayakan tersebut. Wah, wah, ini toh yang namanya rayakan gunungan sampai rela berdesak-desakan sedemikannya. Di tengah zaman modern ini ternyata masyarakat kota Solo masih antusias dengan event budaya keraton, bukti karisma berkah Keraton Kasunanan masih lekat di hati masyarakat. Saya hanya bisa melihat dari jauh perjuangan orang-orang tersebut karena masih tertahan di gerbang depan Masjid Agung. "Seru juga nih," batin saya.

Fiuh, setelah kurang lebih 30 menit berhimpitan di gerbang masjid agung akhirnya saya bisa lega bergerak. Sisa gunungan hanya tinggal rangkanya saja. Walaupun tidak kebagian bagian dari gunungan, saya sudah sangat puas bisa melihat secara langsung prosesi Grebeg Maulud ini. Tanggal 26 Februari 2010 tidak akan terlupakan, tanggal di mana saya pertama kali mengikuti prosesi budaya grebeg Keraton Kasunanan dan sejak itu saya menjadi semakin antusias mengikuti event dan mempelajari budaya Keraton Kasunanan. Kota Solo ternyata menyimpan khazanah budaya yang unik, lestari, dan patut dibanggakan!

Sebagai tambahan, Darsiti Soeratman dalam bukunya "Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-1939" menjelaskan bahwa Keraton Kasunanan Surakarta dalam setahun melangsungkan tiga kali upacara yang berhubungan dengan agama Islam yang disebut dengan garebeg. Di antara tiga macam garebeg itu, Grebeg Maulud dirayakan secara besar-besaran. Penamaan garebeg dihubungkan dengan peristiwa pada waktu raja dalam busana kebesaran miyos dari kedhaton menuju Siti Hinggil; raja ginarebeg artinya diiringkan oleh ratusan orang yang terdiri atas abdi dalem, prajurit, para putra, keluarga dan kerabat raja serta para tamu undanga, sehingga suara prosesi itu menjadi gemuruh.

Prosesi Grebeg memiliki filosofi yang tinggi. Dalam buku itu, Darsiti Soeratman juga mengungkapkan arti filosofi gunungan sebagai alat komunikasi yang sangat menonjol:
  1. Bentuknya yang menyerupai gunung menunjukkan adanya kesakralan.
  2. Sebagai hajat dalem (selamatan yang diselenggarakan oleh raja), maka gunungan yang dianggap memiliki kekuatan magis. Untuk dapat sampai di masjid, jalannya gunungan itu disertai upacara respi dan melewati ruang-ruang di halaman keraton, yaitu halaman kedhaton, Sri Manganti, Kamandhungan, Siti Hinggil, Pagelaran, dan Alun-alun.
  3. Gunugnan yang terdiri atas buah-buahan, sayur-sayuran, telur, makanan dari beras dan ketan, dan sebagainya melambangkan suatu negara agraris dan makmur.
  4. Penerapan klasifikasi dualisme yang saling melengkapi dan dibuatnya gunungan laki-laki dan perempuan.
  5. Gunungan yang berbentuk lingga dan yoni yang melambangkan kesuburan dan dibawa ke masjid untuk didoakan secara Islam menunjukkan adanya sinkretisme dalam kehidupan beragama masyarakat keraton.
  6. Lewat gunungan ini, Sunan mengadakan selamatan, makanan yang telah disucikan dan mengandung magi untuk rakyat.
 Berikut ini ada beberapa tips untuk melihat acara Grebeg Maulud maupun grebeg yang lain:
  1. Pastikan tanggal dan jam kapan grebeg dimulai, kadang terdapat beritanya di www.solopos.com atau soloblitz.co.id, atau bisa ditanyakan langsung kepada para penjaga loket tiket Museum Keraton. Hal ini dikarenakan Keraton menggunakan penanggalan Jawa bukan penanggalan Masehi.
  2. Datang satu jam sebelum grebeg dimulai, khususnya untuk Grebeg Maulud karena Grebeg Maulud merupakan grebeg paling akbar dan paling ramai.
  3. Ternyata bisa juga loh mengikuti prosesi grebeg dari dalam halaman dalam kedhaton, jangan lupa untuk mengenakan pakaian rapi sopan (untuk perempuan jangan bercelana) dan mengenakan samir yang bisa dibeli di loket Museum Keraton serta menaati tata tertib di dalam Keraton.
  4. Saat grebeg berlangsung, jangan sampai antusiasme fotografi kita menghalangi jalannya prosesi.
  5. Lebih baik pelajari pula makna-makna di balik prosesi grebeg dan arti filosofi bangunan-bangunan yang dilewatinya karena budaya itu lestari karena makna luhur di balik budaya itu sendiri.
  6. Sebenarnya adat yang benar adalah membagikan bagian gunungan, bukan dengan cara diperebutkan (rayakan). Tetap berhati-hati apabila ingin ikut ambil bagian dalam rayakan karena orang tua dan anak-anak sering menjadi korban keramaian massa yang ikut rayakan.
  7. Berhati-hatilah selalu dan jagalah barang bawaan Anda.

Grebeg Maulud tahun 2010 yang lalu merupakan titik awal di mana saya mulai membuka mata saya terhadap budaya dan sejarah kota saya sendiri, Kota Solo. Prosesi itu begitu memberikan kesan mendalam hingga saya berusaha mengikuti tiap prosesi adat yang diadakan Keraton Surakarta. Adanya nilai-nilai filosofi luhur yang diwariskan turun-temurun selama ratusan tahun dalam prosesi Grebeg Maulud dan juga dalam prosesi-prosesi Keraton Surakarta yang lain membuat prosesi-prosesi itu memiliki nilai lebih. Kemegahannya mungkin tidak sama seperti yang ada pada zaman para raja-raja dulu, tetapi sungguh sangat membanggakan kelestariannya bertahan melewati berbagai periode sementara ajaran luhur yang terkandung di dalamnya tak pernah kadaluwarsa. Ayo, mari kita lestarikan prosesi-prosesi adat Keraton Surakarta, ikuti dan hayati makna-makna di balik prosesi-prosesi itu :).

Kuncara ruming bangsa dumining haneng luhuring budaya
-Keharuman dan kebesaran suatu bangsa terletak pada keluhuran budayanya-
Pakubuwono X


Untuk melihat dokumentasi Grebeg Maulud zaman Pakubuwono X bisa dilihat pada 
Grebeg Maulud zaman Pakubuwono X

*Foto-foto dan tulisan di dalam artikel ini adalah milik penulis dan dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Mohon hubungi penulis bila hendak mempergunakannya.*

Referensi:
Darsiti Soeratman (1989). Kehidupan Dunia Kraton Surakarta 1830-1939. Yogyakarta: Tamansiswa.








                   

Kontes Tulisan Tentang Solo

Sabtu, 14 Mei 2011

Balekambang Park : Historical Garden



The Balekambang Park (taman) is a historical park in Surakarta(Solo), Indonesia. It was made by Mangkunegara VII (Prince of the Mangkunegaran royal dinasty) in 1921. Formerly it was named Partinah Bosch. The Prince made this park for his two daughters, Partini and Partinaah. The name Bale Kambang is derivfed from the fishpond and swimming pool in the center of ithe park and a comfortable rest house, surrounded by beautiful flower garden. In this place there are also Bale Kambang Traditional Ketoprak Building and cafe managed by young artists of Surakarta.








Must visit place ini Solo : Keraton Surakarta Hadiningrat

Berpetualang di Kota Solo dengan 'flickR'

Selama lebih dari 20 tahun tinggal di kota Solo, baru 2 tahunan ini saya sedikit mengenal kota Solo ini..Parah banget ya?hehehe.. Itu pun gara-gara punya kamera digital baru..

Ceritnya tahun 2008 kakak saya wisuda dan ibu kami membelikan kamera digital buat mendokumentasikan peristiwa sekali seumur hidup itu. Setelah hunting sana sini bandingin harga sana sini akhirnya ketemulah kamera yang lumayan bagus dan murah, Canon IXUS 950 IS. Maklum, baru pertama make jadi agak gaptek-gaptek (sekarang pun masih ;P). Singkat cerita, kamera nganggur lama setelah event wisuda itu. Cuman dipakai buat foto-foto di sekitar rumah saja atau pas ada acara keluarga, belum ada niat hunting foto di luar.

Nah akhirnya pada suatu hari bulan Oktober 2009 (hampir selang setahun setelah punya kamera :hammer:) teman-teman saya dari Jogja pada datang ke Solo.

Sebagai tuan rumah saya berniat mengajak mereka keliling kota Solo, dan saya sudah siap-siap bawa kamera buat narsis-narsisan hehe. Yang ada di pikiran waktu itu pertama adalah Keraton Kasunanan. Mereka datangnya siang jam 12an naik kereta Prameks, alhasil setelah makan sian g di Solo Square buru-buru kita ke Keraton Kasunanan soalnya tutupnya jam 14.

Sampai di Keraton Kasunanan kami membeli tiket masuk, dan dengan ditemani pemandu yang ramah kami pun berkeliling dan berdiskusi dengan pemandu tersebut. Yang membuat saya terkagum-kagum adalah arsitektur dari bangunan Keraton tersebut..campuran Jawa - Eropa dengan ciri khas degradasi warna biru pada beberapa bagian yang terlihat sangat elegan...And so..mulailah tangan gaptek saya pencat pencet tombol kamera saku Canon..jepret sana jepret sini..foto sana foto sini.. 

Oh ya ada kejadian menarik, waktu itu kami hendak berfoto di salah satu sudut keraton dekat salah satu kereta kencana. Kami meminta tolong pada bapak pemandu untuk memfoto kami. Ketika bapak pemandunya sudah memposisikan kamera agar semua bisa terlihat pada layar kamera, bapak tersebut bertanya kok yang nampak hanya 5 sementara kami ada berenam? Hyyaaaa....siapa ni yang g keliatan? kami bertanya-tanya sendiri..ada aura-aura mistis saat itu..Hmm...Namun setelah itu, bapaknya mencoba lagi, tanpa berpindah tempat dah posisi kamera sama seperti sebelumnya dan akhirnya semua bisa masuk dalam foto *penuh tanda tanya*

Semenjak itu jadi rajin foto-foto...masih amatiran seh..amatir tir tir..sekarang pun masih..yang penting jeprat jepret..Saya jadi lebih sering keluyuran sendiri keliling kota Solo, mencari objek-objek buat foto-foto, kemana-mana bawa kamera saku kesayanganku dan tak lupa selalu update event-event di kota Solo...Kadang ada teman yang menemani tapi lebih sering sendiri berhubung lebih flixebel kalau mau pindah-pindah tempat.

Yang lebih penting lagi jadi lebih pengen tahu kota Solo. Jadi lebih sering 'googling' mencari informasi tentang kota Solo, dari sejarahnya, budayanya, event-event nya, dan lain lain..dan ternyata oh ternyata kota Solo tuh benar-benar di luar dugaan, benar-benar AMAZING!! So many hidden treasures...

Namanya anak muda kan pengen "exist" di dunia maya (normal kan ya?hehe) jadi saya bikin deh account di flickR..sekaligus buat belajar fotografi dari hasil karya para profesional di situs 'per-foto-an' tersebut. Hasil foto amatiran dengan kamera saku saya upload lewat account baru itu..

Maka inilah foto pertama yang saya upload di flickR :


Foto salah satu patung pemberian Ratu Belanda kepada Susuhunan yang dipajang di pelataran Sasana Sewaka. Emang seh gak begitu "Wah" dan terkesan biasa aja tapi senang aja hasil karya sendiri bisa dipajang di internet..

Setelah itu saya berniat untuk lebih mempromosikan kota Solo via flickR, apalagi internet media global siapa tahu saja ada orang luar negeri yang tertarik untuk berkunjung ke Solo setelah melihat photostream flickR saya. Kalau Solo terkenal, penduduk kota Solo juga pasti senang dan bangga..:)

Lambat laun makin banyak koleksi foto di flickR, photostream saya di flickR hampir semuanya berisi tentang kota Solo..sambil saya usahakan untuk memberikan deskripsi sedikit tentang riwayat objek foto tersebut..

Berikut beberapa objek awal yang saya abadikan ke photostream flickR saya :

Pendapa Sasan Sewaka



Sayang sekali kebakaran tahun 1987 hampir tidak menyisakan bahan pendapa yang asli, lantai marmer yang sekarang pun merupakan marmer dari Temanggung yang aslinya berasal dari Italia.

Stress sama kuliah jalan-jalan sendiri ke Boyolali, jalan ke tengah sawah, nemu objek ini :


Iseng-iseng ngajak teman ke Klenteng seberang Pasar Gedhe, Tien Kok Sie (kirain pertama gak boleh buat umum ternyata penjaga Klentengnya benar-benar ramah dalam menyambut kami)




Setelah foto-foto di Klenteng tersebut, jadi tahu kalau ternyata klentengnya itu sudah sangat tua, seumuran keraton Surakarta karena berdirinya bebarengan. Andaikan ruko-ruko di sisi kiri kanan klenteng tersebut dijadikan semacam museum dan jalan di sekitar tugu Pasar Gedhe diperhalus (jalannya 'gronjal-gronjal' ga enak dilewatin) mungkin bisa jadi lebih representatif sebagai objek wisata.

Iseng-iseng ama temen-temen maen ke Sangiran..40 km dari Sragen naek motor (waktu itu ada tugas kampus di Sragen)..modal ngikut petunjuk arah ama tanya sana-sini..dan yang g kalah penting, modal tahan cuaca panas *kebanjiran keringat*




Puuanaaasss buuanggett di sana apa emang pas cuacanya panas kali ya? Yang jelas kesampaian deh ke The Famous Sangiran..Sayang banget waktu itu sedang ada renovasi, banyak koleksi museum yang mungkin belum ditata soalnya katanya ada ribuan koleksi fossil prasejarah tapi kok yang dipajang dikit ya? kan penasaran ama fossil Homo Soloensis ama Meganthropus yang terkenal di buku pelajaran sekolah..hehehe..

Neh waktu habis pulang dari kampus terus masuk balaikota, markir motor, ambil kamera, pasang posisi jepret-jepret, upload dah di flickR :


Ada teman dapat tiket gratis naik Jaladara saya diajak naek..iseng-iseng foto dari dalam kereta pas sampai di Gladag


Dulu kalau solat Jumat nyari masjid yang kutbahnya paling singkat (*pengakuan*)..sekarang hampir selalu solat jumat di Masjid Agung Surakarta, pulang dari kampus pun kalau bisa nyempetin solat di sini


Ternyata Masjid Agung merupakan masjid pertama dengan pengeras suara di Indonesia..Yang menjadi pertanyaan kenapa lantai di ruangan dalamnya diganti dengan yang marmer ya?? bukannya lantai lama dengan ubin bermotif macam-macam tu masih bagus??



Andai bisa naik ke menara itu...*penasaran ^_^

Pertunjukan wayang dengan dalang cilik di Ngarsopuro


Di dalam pasar Gedhe Harjonagoro (Pasar beritingkat pertama di Indonesia):




Di daerah pasar Gedhe sebenarnya banyak rumah-rumah kuno model China, sayang sudah digantikan dengan ruko-ruko kotak-kotak (dan ini juga terjadi di berbagai tempat di Solo, bangunan model lawas diganti dengan ruko bentuk kotak-kotak)

Pasar Gedhe, dan Tugu Pemandengan (sayang banget, akses dari Pagelaran Sasana Sumewa Keraton hingga Tugu Pemandengan tertutup oleh "Tugu Tiang Lampu Tinggi Banget Tapi Gak Nyala" ama "Lampu-Lampu Model Wayang yang Kumuh"..padahal harusnya dari arah keraton hingga tugu tersebut tidak boleh tertutup karena merupakan titik meditasi Susuhunan, semoga hasil sayembara penataan koridor Jl Jend Sudirman - RE Martadinata beberapa waktu yang lalu memperhatikan aspek sejarah budaya)


Perayaan 1 Suro DAL 1943 Windu Kuntara di Pura Mangkunegaran bulan Desember 2009




Saat itu banyak banget yang pada rebutan foto paling depan..pada make Kamera DSLR.Saya sendiri yang make kamera pocket tapi pede aja hehe..^_^

Sebelum Kirab 1 Suro di Keraton Kasunanan banyak orang yang meminta berkah di bangsal Witono (dari bahasa Arab Wathonah) yang mana berisi Meriam Nyai Setomi yang pernah dipakai oleh Sultan Agung. Konon, bangsal Witono diapakai oleh Susuhunan untuk berdialog dengan para ulama.



Nenek-nenek ini jauh-jauh datang dari Klaten buat "ngalap berkah" di Keraton Kasunanan. Saat saya minta izin buat memfoto neneknya, beliau membolehkan tapi dikiranya hasil fotonya langsung jadi, fotonya mau dikasih ke cucunya katanya..Wah maaf ya nek,,mesti di cetak dulu nek.. ;)

Perayaan 1 Suro di kota Solo tahun 2009 saat itu benar benar ramai dan sangat berkesan bagi saya..soalnya baru pertama lihat yang namanya Kirab Pusaka di Pura Mangkunegaran, waktu itu ada halangan gak bisa lihat Kirab kebo kiai Slamet di Keraton Kasunanan padahal pengen banget..

Di Keraton juga diadakan pameran kebudayaan dan acara-acara budaya lain dalam rangka perayaan 1 Suro..kain putih pun dilingkarkan di pohon-pohon sekitar gladag kata pemkot buat mengingatkan tahun baru Islam hati menjadi putih bersih..Namun, perayaan 1 Suro tahun 2010 kesannya lebih sepi kegiatan, hanya ada kirab pusaka di Pura Mangkunegaran dan Kirab Kiai Slamet di Kasunanan..tak tampak pohon putih dengan kain melingkarinya..tak ada pameran budaya maupun acara-acara yang lain..*sigh ;(

Nah ini waktu (lagi-lagi) iseng-iseng keliling Pura Mangkunegaran, ketemu kain batik yang dijemur di dalam kompleks Mangkunegaran




Sekarang Solo lagi gencar-gencarnya promosi batik sebagai maskot kota Solo. Kata Pak Jokowi, kota-kota lain boleh saja mempromosikan kotanya sebagai Kota Batik tapi Solo merupakan ibukota batik alias "The Capital of Batik". Bus rapid transit Solo pun diberi nama dengan Batik Solo Trans (BST), halte BST-nya juga diberi ornamen motif batik. Mungkin yang bisa saya sarankan adalah edukasi kepada penduduk Solo mengenai makna-makan di balik motif-motif tersebut. Batik menjadi 'World Heritage' sebenarnya karena makna-makna filosofis di balik motif-motif tersebut bukan dalam hal cara pembuatannya. CMIIW.

Aktivitas di Ngarsopuro : Solo Percussion Festival


 Acaranya KERRREEEENNNNNNNN!!!!!
Moga acara-acara seperti ini diperbanyak dehh =)

Etnis Tiong Hoa di Solo juga ikut berperan dalam memajukan Solo sejak kota Solo berdiri. Foto-foto berikut saat perayaan imlek tahun 2010. Baru pertama lihat perayaan imlek di Klenteng dan saya terkagum-kagum ternyata di Solo juga ada tohhhh..:) 





Lagi lagi saya kagum :)

Perayaan HUT kota Solo tahun 2010 diadakan Kirab Boyong Kedhaton, maksudnya untuk memperingati berpindahnya kerajaan Mataram dari Keraton Kartasura ke Keraton Surakarta.

Suatu petang menjelang Maghrib, gak ada kerjaan, keluar rumah, sampai di Ngarsopuro :


Sayang banget sekarang sangkar burungnya banyak yang lepas, lampunya banyak yang mati, kalau saya baca di koran-koran karena biaya pemkot untuk lampu-lampu kota masih sangat kurang..Kayaknya perlu ada "Gerakan Nyumbang Lampu" deh...:\

Suatu pagi lihat tanggalan ternyata hari libur Maulid Nabi Muhammad SAW. Hmm...denger-denger ada yang namanya Grebeg Maulid. Apaan tuh??? Penasaran..jam 7 pagi lewat keraton setelah ada acara di kampus..Wahh..udah dihias Bale Roto-nya. 


Tanya sama bapak-bapak di situ acara Grebegnya mulai jam 9. Ok deh, jam 8.30 saya janjian sama teman saya buat ngumpul di depan BCA buat bareng-bareng ke keratonnya. dan jam 8.30 udah banyak orang yang ada di situ, ada turis-turis bule juga. Kerabat dan abdi dalem keraton berpakaian beskap tak luput dari perhatian khalayak ramai. Dan jam 9 saat yang ditunggu-tunggu datang :O

Rombongan Prajurit Tamtama Keraton Tamtama, Sorogeni, 
Prawiro Anom, Joyosuro dan Payutro. (CMIIW)


Ketika rombongan pertama ini keluar jantung terasa berdegup kencang..baru pertama lihat kayak beginian..dan KEERREENNN BAANGGEEETTT!!!!! Bener-bener keren..beneran deh....Mungkin orang lain nganggap biasa aja kali ya, tapi menurutku tetap sesuatu yang sangat istimewa. ;)


Akhirnya keluarlah sang gunungan dari Kori Kamndungan..Pertama-tama yang dikeluarkan adalah Gunungan Wadon yang terbentuk dari makanan tradisional. Sementara Gunungan Lanang muncul setelahnya, terbentuk dari hasil bumi. Total Gunungan tahun itu adalah 4 pasang Gunungan Lanang dan Wadon. Sewaktu gunungan-gunungan tersebut keluar, suasana jadi hening, semua mata takjub memperhatikan tradisi sejak zaman kerajaan Demak tersebut, sungguh suatu tradisi yang berbudaya tinggi. 







Kalau saya perhatikan, salah satu perbedaan Grebeg Surakarta dan Yogyakarta adalah adanya unsur bendera Merah Putih pada Grebeg Surakarta, konon bendera merah putih (Gula Kelapa) merupakan lambang kerajaan Majapahit yang merupakan lambang kesuburan seperti halnya lingga dan yoni. Mungkin ini salah satu konsekuensi perjanjian Giyanti diamana yang boleh menggunakan bendera Merah Putih adalah keraton Surakarta yang mana akhirnya dipakai sebagai bendera NKRI, CMIIW. Gunungan merupakan wujud terimakasih Susuhunan kepada Allah SWT atas kenikmatan yang dilimpahkan oleh-Nya di negerinya.


Untung cuacanya cerah dan bisa dikatakan lumayan tertib pelaksanaannya..Buanyak banget yang liat Grebeg Maulid tahun 2010-lautan manusia! Semuanya berdesak-desakan. Belum pernah saya lihat suatu acara budaya dengan jumlah penonton sepadat itu, sampai susah gerak. Apalagi sampai di Masjid Agung dimana Gunungan itu diperebutkan, wahhh..ampe berjubel-jubel mau keluar susah masuk apalagi. Tapi senang sekali rasanya. Pengalaman pertama melihat acara budaya Grebeg!

Ga ada kerjaan, jalan-jalan sendiri ke kuburan tua kerabat keraton di belakang Masjid Laweyan (masjid tertua di kota Solo)--diedit dengan photoshop


*semoga arwah mereka tenang di sisi-Nya*

Pulang dari Kampus mampir ke taman Balekambang:


Taman ini dibuat oleh Mangkunegoro VII untuk kedua putrinya, Partini dan Partinah. Terdapat juga Gedung Kesenian yang menampilkan Ketoprak tiap Rabu dan Sabtu malam.



Solat Asar di Masjid Al-Wustho Mangkunegaran.



Suatu petang di stasiun Purwosari :


Pemandangan Solo di waktu malam, tampak Solo Paragon. Solo saat ini sedang gencar-gencarnya membangun, banyak hotel akan dibangun di daerah Solo raya. Moga-moga pembangunan hotel hotel tersebut tidak merusak kesan budaya kota Solo.


Latihan tari Bedhoyo Ketawang dalam rangka Jumenengan Paku Buwono XIII Hangabehi.



Anggun sekali ;)
Pendopo Sasana Sewaka juga sangat indah!

Nah, yang saya masih bingung Tingalan Jumenengan PB XIII kan masuk dalam Calender of Cultural Events kota Solo, padahal bukannya acara tersebut 'Khusus Untuk Undangan' ya? Ntar kalau ada turis luar yang pengen lihat tapi kecele gara-gara bukan undangan gimana coba? Atau publik boleh lihat juga? Maaf ni, soalnya bener-bener gak tahu..Kalau acara budaya tersebut dipromosikan tapi gak boleh dilihat untuk umum ya percuma dunk??

Saya hampir selalu membawa kamera digital saku ke manapun, baik ke kampus maupun ke tempat-tempat lain. Padahal kadang-kadang bawaan di tas tu banyak banget. Maka suatu hari saat hendak menggunakan kamera tersebut, lah kok ga bisa diidupin?? haikss..maka berkhirlah petualanganku dengan Canon IXUS 950 IS :(...waktu ditanyain ke servis Canon di Surabaya biaya perbaikannya 1,5 juta minimal..hyyyaaaaa...*nabung dulu buat beli DSLR syukur2 ada yg gratisan :P*

Alhasil, foto-foto selanjutnya dengan memakai kamera dari hape..

Setelah Sholat Idul Adha di Masjid Agung Surakarta, nongkrong bentar di halaman masjid




Konon, puncak atap masjid dulu awalnya terbuat dari emas murni, tapi entah kenapa setelah itu menghilang, oleh PB X diganti dengan yang ada sekarang. Ternyata setelah Solat Idul Adha ada acara Grebeg Besar jam 9, wah nyesel banget gak lihat padahal libur..:(

Arah ke timur Solo, tepatnya di daerah Karanganyar, terdapat pesona alam yang menakjubkan. Salah satunya adalah air terjun Jumog ini


Air terjun ini bisa menjadi alternatif tempat wisata bagi mereka yang takut tasnya dicuri oleh monyet-monyet seperti di kawasan wisata air terjun Grojogan Sewu, hehe. Selain itu, kawasan wisata Jumog tu berseih dan sejuk, airnya juga mengalir dengan tenang dan jernih dan dangkal, bisa 'keceh-keceh' sepuasnya  :)

Grebeg Maulud 2011:


Langit saat itu mendung, beda dengan Grebeg Maulud sebelumnya. Selain itu, grebeg Maulud tahun ini terkesan telat, Gunungan baru keluar jam 11-an, penonton juga lebih semrawut, walaupun jumlahnya lebih sedikit daripada tahun sebelumnya. Tapi tetap menarik kok..")

Maen-maen ke Mangkunegaran, ada teman dari Jogja nginep ku ajak ke sini, dibimbing oleh guide yang sangat ramah dan sangat memahami sejarah maupun budaya Mangkunegaran.


Ukiran dari gading gajah dari Raja Bali untuk Mangkunegoro.

Masjid di lingkungan keraton bukan hanya masjid agung tetapi juga ada masjid Paramosono, ini ukiran kayu di pintu masjid tersebut, motifnya berbentuk naga, kelihatan kan? ;)


Selama hampir 2 tahun berkarya di flickR, selain bisa memperkenalkan Solo saya juga mendapatkan informasi yang menarik di flickR. Teman flickR saya ada yang berkesempatan untuk mengunjungi bekas rumah Go Tik Swan di daerah Gajahan, uniknya terdapat pendopo pemberian Pakubuwono X dengan warna putih - emas di sini. 


credit: paningal @flickR

Sebenarnya masih banyak lagi tentang Solo yang ingin saya bagi lewat flickR. Masih banyak tempat dan kegiatan yang masih ingin saya jelajahi di kota ini, menjadi turis di kota sendiri ;). Banyak tempat-tempat bersejarah di kota Solo yang menarik untuk dikunjungi. Ada kampung batik laweyan, kampung batik kauman, dan puluhan (bahkan mungkin ratusan) rumah-rumah kuno dengan arsitektur Jawa, kolonial-Jawa, maupun art-deco di berbagai tempat di Solo.

Ayo, ayo, berkunjung dan berpetualang di kota Solo :)


My flickR photostream : http://www.flickr.com/photos/ariaman/